cover
image post

Menavigasi 2025: Daya Beli Kelas Menengah dan Strategi FMCG serta Retail

Wednesday, 22 January 2025 10:57 WIB

Di tengah dinamika ekonomi Indonesia, daya beli kelas menengah menjadi salah satu indikator penting yang mencerminkan stabilitas dan potensi pertumbuhan ekonomi. Namun, laporan terbaru menunjukkan adanya penurunan signifikan dalam daya beli kelompok ini, yang dipicu oleh berbagai faktor ekonomi dan kebijakan yang saling berkaitan.

Penurunan Daya Beli: Sebuah Fenomena yang Mengkhawatirkan

Menurut riset terbaru, 49% dari kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan daya beli dalam tiga tahun terakhir. Faktor utama yang mempengaruhi hal ini adalah kenaikan harga kebutuhan pokok (85%), biaya pendidikan dan kesehatan yang semakin mahal (52%), serta pendapatan yang stagnan (45%). Selain itu, kelompok "aspiring middle class" atau kelas menengah bawah menjadi yang paling rentan, dengan 67% di antaranya melaporkan penurunan daya beli.

Tekanan ekonomi ini berdampak pada pola pengeluaran rumah tangga. Banyak keluarga kelas menengah terpaksa memprioritaskan kebutuhan dasar dan memangkas pengeluaran pada pos-pos seperti hiburan, perjalanan, dan pembelian barang mewah. Renovasi rumah, perawatan kecantikan premium, dan produk makanan premium adalah beberapa kategori yang paling banyak dipangkas.

Strategi Bertahan di Tengah Tekanan Ekonomi

Dalam menghadapi tantangan ini, kelas menengah telah mengambil berbagai langkah untuk bertahan:

  1. Pengurangan Pengeluaran Non-Essensial: Banyak keluarga mengurangi pengeluaran untuk barang mewah, hiburan, dan langganan layanan digital seperti Netflix dan Spotify. Aktivitas seperti makan di luar tetap dipertahankan namun dengan pengurangan frekuensi.
  2. Adaptasi Gaya Hidup Hemat: Kelas menengah kini lebih memilih aktivitas gratis seperti ikut Car Free Day (CFD) dibandingkan olahraga berbayar, serta menonton hiburan gratis di YouTube daripada berlangganan platform OTT. Thrifting juga menjadi tren untuk memenuhi kebutuhan pakaian dengan biaya lebih rendah.
  3. Penundaan Investasi Besar: Rencana besar seperti membeli rumah atau kendaraan, serta investasi non-emergency, sering kali ditunda untuk menjaga stabilitas finansial. Sebanyak 70% responden memilih menunda pembelian kendaraan, sementara 68% menunda renovasi atau pembelian rumah.

Pergeseran Prioritas Kelas Menengah

Meski daya beli menurun, beberapa kategori pengeluaran tetap menjadi prioritas dan bahkan mengalami sedikit peningkatan. Pengeluaran untuk pendidikan non-formal, seperti kursus atau pelatihan, serta makan di luar, menjadi pos yang paling kecil dipangkas. Hal ini mencerminkan pentingnya pendidikan dan kebutuhan akan interaksi sosial bagi kelas menengah, meskipun dalam keterbatasan ekonomi.

Preferensi terhadap merek lokal juga mengalami peningkatan. Konsumen kini lebih memilih produk lokal untuk kebutuhan sehari-hari, seperti makanan, minuman, dan skincare, yang dianggap lebih terjangkau dan berkualitas. Fenomena ini membuka peluang besar bagi produsen lokal untuk memperluas pasar mereka.

Imbas Kebijakan Ekonomi dan Harapan untuk Masa Depan

Beberapa kebijakan pemerintah turut memengaruhi daya beli kelas menengah. Misalnya, kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dan penghapusan kelas BPJS menjadi isu yang paling banyak menuai kritik. Banyak responden berharap pemerintah yang baru dapat menyesuaikan kebijakan untuk mendukung pemulihan daya beli kelas menengah.

Melihat ke depan, kelas menengah Indonesia diharapkan dapat pulih dengan bantuan kebijakan yang lebih inklusif dan inovasi dari pelaku bisnis. Dengan fokus pada efisiensi, keberlanjutan, dan pemberdayaan lokal, ekonomi kelas menengah dapat menjadi motor penggerak utama bagi pertumbuhan Indonesia di tahun-tahun mendatang.

Sebagai kesimpulan, meskipun tantangan ekonomi bagi kelas menengah cukup besar, peluang untuk beradaptasi dan bangkit tetap ada. Dengan dukungan dari semua pihak, kelas menengah dapat kembali menjadi pilar utama yang menopang perekonomian nasional.

Lalu bagaimana dengan perusahaan FMCG dan retail menanggapi fenomena ini?

Tantangan dan Solusi untuk Perusahaan FMCG dan Retail

Perusahaan dalam sektor FMCG dan retail menghadapi tantangan besar di tengah penurunan daya beli kelas menengah. Beberapa tantangan utama meliputi:

  1. Penurunan Frekuensi Belanja: Konsumen lebih jarang berbelanja, terutama untuk produk non-pokok.
  2. Persaingan dengan Merek Lokal: Produk lokal semakin diminati karena lebih terjangkau.
  3. Pergeseran ke Pembelian Online: Konsumen beralih ke e-commerce untuk mencari harga yang lebih murah dan kemudahan akses.

Untuk mengatasi tantangan ini, perusahaan dapat mengambil langkah berikut:

  • Mengembangkan Produk yang Lebih Terjangkau: Menyediakan kemasan kecil atau varian ekonomis untuk menarik konsumen yang sensitif terhadap harga.
  • Meningkatkan Kehadiran Digital: Memperkuat strategi pemasaran digital dan menjalin kemitraan dengan platform e-commerce untuk menjangkau lebih banyak konsumen.
  • Memanfaatkan Data Konsumen: Menggunakan analitik untuk memahami kebutuhan dan preferensi konsumen secara mendalam, sehingga dapat menawarkan produk dan promosi yang relevan.
  • Berinovasi dalam Pengalaman Belanja: Menciptakan pengalaman belanja yang unik, baik di toko fisik maupun online, untuk meningkatkan loyalitas pelanggan.

Dengan strategi yang tepat, perusahaan FMCG dan retail dapat tetap relevan dan berkembang meskipun menghadapi tantangan ekonomi yang signifikan.

*Sumber: Indonesia Market Outlook 2025 - Inventure

 

 

Share this article:
Schedule a Demo